IHSG Tembus 7.000! Investor Serbu Saham, Sukuk Malah Sepi Peminat

Kamis pagi (15/5/2025), pasar saham Indonesia terlihat meriah! Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhirnya berhasil menembus level psikologis 7.000. Momentum ini terjadi berkat arus masuk dana asing yang kembali agresif belanja saham, bahkan mencatatkan nilai net buy hampir Rp3 triliun kemarin.

Begitu bel perdagangan dibuka, IHSG langsung naik 0,33% dan terus menguat hingga mendekati 1% hanya dalam 15 menit, sempat menyentuh level 7.045. Euforia pasar saham ini jelas bikin para investor senyum-senyum sendiri.


Saham Ramai, Surat Utang Sepi

Tapi ternyata, kebalikannya terjadi di pasar surat utang. Semua tenor Surat Utang Negara (SUN) pagi ini mengalami kenaikan yield alias imbal hasil. Artinya? Harga obligasi turun karena banyak yang jual.

Fenomena ini dikenal sebagai “risk-on mode”. Para investor sedang doyan ambil risiko, jadi mereka berani keluar dari instrumen aman seperti obligasi dan pindah ke saham yang lebih agresif—walau juga lebih fluktuatif.


Kenapa Bisa Begitu?

Ternyata, pasar sedang menyambut baik kabar adanya gencatan tarif antara Amerika Serikat dan Tiongkok selama 90 hari. Ketegangan perang dagang sementara mereda, bikin investor global merasa lebih tenang dan mulai kembali berani masuk ke pasar saham, termasuk di Indonesia.

Sementara itu, pasar surat utang sejak kemarin memang sudah kena tekanan jual. Lelang sukuk (Surat Berharga Syariah Negara) juga terlihat lebih sepi. Incoming bids-nya turun 16,4% jadi cuma Rp27,32 triliun, dan pemerintah hanya memenangkan Rp10 triliun sesuai target indikatif—lebih kecil dibanding lelang sebelumnya.


Tapi Hati-Hati, Ini Bisa Sementara

Menurut analis dari Mega Capital Sekuritas, Lionel Priyadi dan Muhammad Haikal, euforia ini mungkin cuma sementara. Dengan kondisi ekonomi RI yang lagi lesu dan pertumbuhan kuartal I hanya 4,87%, susah rasanya berharap IHSG bisa bertahan lama di atas 7.000.

“Obligasi dan sukuk masih bakal jadi primadona investasi tahun ini, karena secara fundamental ekonomi kita belum kuat-kuat amat,” tulis mereka dalam riset terbarunya.


Ekonomi Melambat, Konsumsi Melemah

Ekonomi Indonesia diperkirakan cuma tumbuh sekitar 4,5% tahun ini, menurut prediksi Lionel. Salah satu alasannya karena konsumsi domestik—yang jadi mesin utama ekonomi—sedang loyo pasca-Lebaran.

Selain itu, Indonesia juga belum berhasil dapat keringanan tarif dari AS, sementara Tiongkok justru sudah deal dan dapat diskon tarif besar-besaran. Ini bisa bikin produk RI kalah saing di pasar global.


Survei Bloomberg: PDB RI Diprediksi Cuma 4,8%

Hasil survei Bloomberg terhadap 33 ekonom akhir April lalu menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia kemungkinan hanya akan tumbuh 4,8% tahun ini. Bahkan potensi resesi dalam 12 bulan ke depan diperkirakan mencapai 10%.

Menurut Ahmad Mobeen dari S&P Global Market Intelligence, ketidakpastian global dan risiko arus keluar dana asing masih jadi ancaman serius buat stabilitas ekonomi dan pasar keuangan kita.


📌 Kesimpulan:

IHSG naik dan pasar saham terlihat cerah, tapi jangan sampai terlena. Kondisi ekonomi makro belum sepenuhnya kondusif, dan lonjakan indeks bisa jadi hanya bersifat jangka pendek.

Investor yang cerdas tetap harus waspada, seimbangkan portofolio antara saham dan surat utang (termasuk sukuk), dan selalu perhatikan arah sentimen global. Yang penting: jangan FOMO, tetap fokus sama rencana dan tujuan keuangan jangka panjang.

Scroll to Top