Ekonomi RI Kuat Nggak Sih? Cek Kondisi Fiskal, Rupiah, & Perbankan Sekarang!

Pertumbuhan ekonomi Indonesia belakangan ini seperti jalan di tempat. Selama 20 tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan ekonomi kita mentok di angka 5%. Bahkan dalam 10 tahun terakhir, hanya naik rata-rata 4,3% per tahun. Nggak heran muncul banyak pertanyaan: “Ekonomi kita ini sebenarnya kuat atau rapuh sih?”

Nah, untuk menjawab itu, tim peneliti dari LPEM Universitas Indonesia mencoba menelusuri kondisi ekonomi RI dari berbagai sisi—mulai dari konsumsi, industri, utang, sampai perbankan. Mereka membandingkan situasi sekarang dengan tiga masa krisis besar: krisis moneter 1998, krisis global 2008, dan krisis pandemi 2020. Tujuannya? Menilai apakah kondisi kita sekarang masih tahan banting atau malah diam-diam keropos.


⚖️ Fiskal & Utang: Cukup Disiplin, Tapi Pajaknya Seret

Satu hal yang patut diapresiasi dari pemerintah: disiplin menjaga defisit fiskal. Sejak krisis pandemi, defisit memang sempat melebar, tapi 2024 kembali turun ke 2,29%. Ini masih aman karena di bawah batas maksimal 3% dari PDB.

Tapi ada catatan penting: rasio pajak kita makin turun. Tahun 1990 sempat nyentuh 16,8% dari PDB, tapi sekarang mentok di 10%. Artinya, penerimaan negara dari pajak makin lemah. Ini bisa jadi sinyal bahwa produktivitas ekonomi melemah dan sektor informal masih mendominasi.


💰 Utang: Masih Terkendali, Tapi Perlu Waspada Jangka Pendek

Secara umum, utang pemerintah pusat saat ini sekitar 39% dari PDB — nggak mengkhawatirkan, masih dalam batas aman. Tapi, yang perlu diperhatikan adalah komposisi jatuh temponya.

Kalau dulu sebagian besar utang kita adalah jangka panjang, sekarang utang jangka pendek makin besar porsinya. Ini bisa bikin pemerintah harus sering-sering ‘gulung utang’ dan berisiko ke tekanan likuiditas, apalagi kalau suku bunga global lagi tinggi.


💵 Utang Luar Negeri: Menurun, Tapi Tetap Harus Dijaga

Rasio utang luar negeri terhadap PNB sekarang di angka 30,4% — sudah turun dibanding 36,2% pada 2021. Ini bagus! Tapi, rasio utang luar negeri terhadap cadangan devisa justru naik jadi 42% di awal 2024. Artinya, kemampuan kita untuk bayar utang pakai devisa agak menurun.

Ekonom UI mengingatkan agar pemerintah hati-hati dengan pinjaman asing jangka pendek, terutama yang non-bank dan sektor publik, karena bisa cepat berubah jadi risiko kalau situasi global bergejolak.


💹 Rupiah: Stabil Tapi Tetap Perlu Dipantau

Rupiah sampai Februari 2025 masih relatif stabil. Tapi kalau lihat indikator nilai tukar efektif (NEER dan REER), trennya malah turun sejak pertengahan 2023. Ini bisa jadi sinyal daya saing ekspor kita mulai melemah atau ada tekanan makroekonomi yang mengintai.


🏦 Perbankan: Kondisi Aman, Tapi Arah Kredit Perlu Dievaluasi

Sisi perbankan Indonesia saat ini bisa dibilang cukup sehat. Rasio kredit macet (NPL) per 2025 ada di 2,22% — jauh lebih rendah dari masa krisis sebelumnya. Ini menunjukkan pengawasan bank dan kualitas kredit lebih baik.

Tapi, ada hal menarik: porsi kredit ke sektor manufaktur terus turun. Kalau dibiarkan, ini bisa berdampak ke sektor riil dan memperlemah basis ekonomi jangka panjang.


📌 Kesimpulan: Ekonomi RI Masih Berdiri Kuat, Tapi Banyak PR-nya

Secara umum, ekonomi Indonesia belum dalam kondisi darurat, tapi jelas ada banyak warning sign yang harus diperhatikan.

✅ Fiskal disiplin? Yes
🚨 Pajak masih lemah? Yes
✅ Perbankan sehat? Yes
🚨 Utang jangka pendek dan ekspor? Wajib waspada

Indonesia butuh strategi serius untuk memperkuat basis ekonomi, memperbaiki struktur industri, memperluas basis pajak, dan mendorong investasi produktif agar tidak terus stagnan di angka 5%.


Scroll to Top