Di tengah semangat reformasi birokrasi dan peningkatan kualitas pelayanan publik, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengadopsi sistem penilaian kinerja model SABCD. Sistem ini mengelompokkan kinerja pegawai ke dalam lima kategori: Superior (S), Above Average (A), Average (B), Below Average (C), dan Deficient (D).
Model ini berbasis pada sistem distribusi paksa (forced distribution), yang artinya jumlah pegawai di setiap kategori telah ditentukan sebelumnya. Meskipun bertujuan untuk mendorong daya saing dan menumbuhkan kinerja tinggi, implementasi di lapangan justru memunculkan sejumlah tantangan yang patut menjadi bahan refleksi bersama.
Penempatan pegawai ke dalam kategori S hingga D sering kali tidak mencerminkan kinerja aktual, tetapi lebih karena “jatah” distribusi yang harus terpenuhi. Akibatnya, pegawai dengan capaian kerja baik bisa tetap mendapat peringkat C atau D, semata karena slot untuk kategori lebih tinggi telah penuh.
Studi oleh Moon, Scullen, dan Latham (2016) dalam The Effects of Forced Distribution Rating Systems on Job Performance mencatat bahwa sistem ini dapat meningkatkan tekanan kerja, menurunkan kepuasan, dan merusak hubungan antar rekan kerja. Dalam konteks organisasi besar seperti DJP, hal ini berisiko menurunkan kohesi tim dan semangat kebersamaan, yang justru menjadi salah satu kekuatan institusional.
Teori Keadilan (Equity Theory) dari John Stacey Adams menjelaskan bahwa pegawai cenderung membandingkan rasio input (kerja keras, dedikasi, waktu) dengan output (pengakuan, tunjangan, promosi) yang mereka terima. Ketika hasil perbandingan ini dirasa tidak adil, motivasi kerja dapat menurun drastis.
Hal ini diperparah jika kategori C dan D dijatuhkan kepada pegawai baru atau pegawai tanpa pelanggaran, yang justru membutuhkan pembinaan dan pendampingan. Model distribusi paksa tidak memberi ruang untuk melihat konteks dan proses adaptasi, padahal penting dalam manajemen sumber daya manusia modern.
Penelitian Goller & Späth (2023) dalam Good job! The Impact of Positive and Negative Feedback on Performance menegaskan bahwa umpan balik positif dan sistem penghargaan berbasis pencapaian cenderung lebih efektif dalam meningkatkan kinerja individu maupun tim. Sementara umpan balik negatif atau sistem pemeringkatan ketat justru menimbulkan ketegangan psikologis.
Kondisi ini selaras dengan pengamatan di berbagai unit kerja DJP, di mana ketakutan terhadap nilai rendah lebih dominan daripada semangat untuk berkembang. Akibatnya, muncul persaingan tidak sehat, ketertutupan, dan melemahnya budaya saling dukung antarpegawai.
Seiring dengan berkembangnya paradigma organisasi pembelajar, sistem penilaian kinerja perlu bertransformasi dari model hierarkis ke model berbasis capaian dan potensi. Beberapa instansi pemerintahan maupun perusahaan swasta telah meninggalkan model distribusi paksa dan memilih pendekatan yang lebih fleksibel dan konstruktif.
Stewart dan Gruys (2010) dalam Forced Distribution Performance Evaluation Systems: Advantages, Disadvantages and Keys to Implementation menyarankan agar model distribusi paksa hanya digunakan secara selektif dan dalam kondisi tertentu, bukan sebagai sistem tahunan reguler. Fokus sebaiknya dialihkan pada penguatan coaching, feedback berkelanjutan, dan pengembangan kompetensi.
Penilaian kinerja seharusnya menjadi alat untuk mendorong pertumbuhan, bukan sekadar pemeringkatan. Dalam organisasi besar seperti DJP, semangat kerja dan loyalitas pegawai tidak cukup dibangun dengan kompetisi, melainkan dengan pengakuan, pembinaan, dan rasa keadilan.
Sudah saatnya kita meninjau kembali apakah model SABCD dalam formatnya saat ini masih relevan dengan arah transformasi organisasi. Sebab pada akhirnya, kualitas pelayanan publik bukan hanya soal siapa yang terbaik, tetapi seberapa banyak insan DJP yang tumbuh bersama, berkembang bersama, dan bekerja dengan hati yang utuh.
Referensi:
- Moon, H., Scullen, S. E., & Latham, G. P. (2016). The Effects of Forced Distribution Rating Systems on Job Performance. Journal of Applied Psychology. https://doi.org/10.1037/apl0000063
- Goller, D., & Späth, M. (2023). Good job! The Impact of Positive and Negative Feedback on Performance. arXiv: https://arxiv.org/abs/2301.11776
- Adams, J. S. (1965). Inequity in Social Exchange. Advances in Experimental Social Psychology. https://doi.org/10.1016/S0065-2601(08)60108-2
- Stewart, S. M., & Gruys, M. L. (2010). Forced Distribution Performance Evaluation Systems: Advantages, Disadvantages and Keys to Implementation. ResearchGate. https://www.researchgate.net/publication/247920254